.

Sabtu, 16 Januari 2016

Penuh Tayangan Hewan Bugil, Lembaga Sensor Minta Channel ‘Animal Planet’ Diblokir

Lembaga Sensor Indonesia (LSI) meminta pemerintah menyensor atau memblokir saluran televisi Animal Planet karena penuh dengan tayangan hewan telanjang tanpa pakaian. Menurut LSI, tayangan fauna tanpa pakaian tersebut akan merusak moral bangsa, terutama hewan peliharaan yang akan mudah terangsang melihat spesies lain yang telanjang di televisi. (photo courtesy pokercollectif.com)

JAKARTA, POS RONDA – Lembaga Sensor Indonesia (LSI) meminta pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk memblokir siaran yang berasal dari stasiun televisi Animal Planet. LSI menganggap bahwa siaran dari Animal Planet dipenuhi oleh adegan-adegan yang mempertontonkan fauna atau hewan tanpa pakaian alias telanjang.
Direktur LSI, Hayono Surmad, dalam konferensi pers kemarin (13/1) di Jakarta menyatakan bahwa adegan hewan tanpa sehelai pakaian pun akan merusak moral masyarakat. Ia juga meminta pihak Animal Planet untuk menyerahkan daftar nama para hewan yang tampil di layar kaca tanpa pakaian untuk dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Saya terkejut saat melihat channel Animal Planet. Itu bugil-bugil semua, tidak pakai baju. Ini berbahaya bagi masa depan moral bangsa. Tayangan itu mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa tidak apa-apa bersantai dan berlari-lari sambil telanjang di tengah padang rumput. Sangat merusak,” tegasnya.
Hayono mengaku baru pertama kali melihat tayangan Animal Planet beberapa hari lalu. Selama ini dirinya tidak pernah berlangganan layanan televisi kabel ataupun menonton film dokumenter, dan lebih menggemari menonton sinetron atau kontes bakat amatir di televisi nasional.
Ia menambahkan, bahwa tayangan dokumenter fauna itu memiliki dampak yang menurutnya negatif bagi peliharaannya. “Tayangan binatang bugil itu membuat kucing saya jadi horny, semalam suntuk mengeong-ngeong jadi saya tidak bisa tidur. Kalau sudah begini siapa yang mau tanggung jawab? Bayangkan, bahkan konser dangdut koplo yang sering saya nikmati langsung pun pasti masih pakai baju. Kalau ini (dokumenter fauna) tidak! Apalagi sering ada adegan kekerasan, sesama binatang saling buru dan makan. Sangat tidak berbudaya. Seharusnya hewan-hewan itu pergi ke pasar membeli daging kemudian dimasak di rumah, bukannya membunuh sesama hewan.”
Pernyataan Hayono diamini oleh Stefan Meliando, anggota komisioner LSI yang juga hadir dalam konpers tersebut. Stefan menyatakan bahwa LSI akan mengambil langkah untuk meminta seluruh kebun binatang ataupun taman fauna di Indonesia untuk memberikan pakaian pada koleksi hewan mereka.
Lebih lanjut, LSI juga akan mengkampanyekan bahwa seluruh hewan di Indonesia diwajibkan mengenakan pakaian. Ini juga termasuk hewan peliharaan, ternak, dan liar. Stefan memuji langkah sebuah stasiun televisi yang menyensor adegan pemerahan susu seekor sapi beberapa waktu yang lalu, dan menyebutnya sebagai langkah progresif. Untuk kepentingan ini, LSI akan mengajak beberapa pihak bekerja sama, termasuk diantaranya Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Terutama dengan LSF, kami mendukung seruan mereka untuk menyensor Netflix. Kami yakin di sana banyak tayangan hewan telanjang tanpa sensor. Masalah ini benar-benar nyata, di mana para hewan merusak moral kita. Untuk mengatasinya, membutuhkan orang-orang dengan keahlian dan bijaksana. Saya yakin teman-teman di LSF dan KPI sama pintar dan bijaksana seperti kami,” tambah Stefan.
Hingga artikel ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari LSF maupun KPI atas ajakan kerja sama dari LSI ini. Meski demikian, mengingat visi ketiga lembaga tersebut yang sama, para analis menduga kerja sama itu akan tercapai. Di sisi lain, para analis yang sama mengkhawatirkan adanya usaha sensor yang berlebihan dan tidak proporsional, yang akan diikuti oleh tindakan represif berupa razia terhadap hewan-hewan yang tidak berpakaian. (SMG)