Lembaga Sensor Indonesia (LSI) meminta pemerintah menyensor atau
memblokir saluran televisi Animal Planet karena penuh dengan tayangan
hewan telanjang tanpa pakaian. Menurut LSI, tayangan fauna tanpa pakaian
tersebut akan merusak moral bangsa, terutama hewan peliharaan yang akan
mudah terangsang melihat spesies lain yang telanjang di televisi.
(photo courtesy pokercollectif.com)
JAKARTA, POS RONDA
– Lembaga Sensor Indonesia (LSI) meminta pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk memblokir siaran yang
berasal dari stasiun televisi Animal Planet. LSI menganggap bahwa siaran
dari Animal Planet dipenuhi oleh adegan-adegan yang mempertontonkan
fauna atau hewan tanpa pakaian alias telanjang.
Direktur
LSI, Hayono Surmad, dalam konferensi pers kemarin (13/1) di Jakarta
menyatakan bahwa adegan hewan tanpa sehelai pakaian pun akan merusak
moral masyarakat. Ia juga meminta pihak Animal Planet untuk menyerahkan
daftar nama para hewan yang tampil di layar kaca tanpa pakaian untuk
dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Saya terkejut saat melihat channel
Animal Planet. Itu bugil-bugil semua, tidak pakai baju. Ini berbahaya
bagi masa depan moral bangsa. Tayangan itu mengajarkan kepada anak-anak
kita bahwa tidak apa-apa bersantai dan berlari-lari sambil telanjang di
tengah padang rumput. Sangat merusak,” tegasnya.
Hayono
mengaku baru pertama kali melihat tayangan Animal Planet beberapa hari
lalu. Selama ini dirinya tidak pernah berlangganan layanan televisi
kabel ataupun menonton film dokumenter, dan lebih menggemari menonton
sinetron atau kontes bakat amatir di televisi nasional.
Ia
menambahkan, bahwa tayangan dokumenter fauna itu memiliki dampak yang
menurutnya negatif bagi peliharaannya. “Tayangan binatang bugil itu
membuat kucing saya jadi horny, semalam suntuk mengeong-ngeong
jadi saya tidak bisa tidur. Kalau sudah begini siapa yang mau tanggung
jawab? Bayangkan, bahkan konser dangdut koplo yang sering saya nikmati
langsung pun pasti masih pakai baju. Kalau ini (dokumenter fauna) tidak!
Apalagi sering ada adegan kekerasan, sesama binatang saling buru dan
makan. Sangat tidak berbudaya. Seharusnya hewan-hewan itu pergi ke pasar
membeli daging kemudian dimasak di rumah, bukannya membunuh sesama
hewan.”
Pernyataan
Hayono diamini oleh Stefan Meliando, anggota komisioner LSI yang juga
hadir dalam konpers tersebut. Stefan menyatakan bahwa LSI akan mengambil
langkah untuk meminta seluruh kebun binatang ataupun taman fauna di
Indonesia untuk memberikan pakaian pada koleksi hewan mereka.
Lebih
lanjut, LSI juga akan mengkampanyekan bahwa seluruh hewan di Indonesia
diwajibkan mengenakan pakaian. Ini juga termasuk hewan peliharaan,
ternak, dan liar. Stefan memuji langkah sebuah stasiun televisi yang
menyensor adegan pemerahan susu seekor sapi beberapa waktu yang lalu,
dan menyebutnya sebagai langkah progresif. Untuk kepentingan ini, LSI
akan mengajak beberapa pihak bekerja sama, termasuk diantaranya Lembaga
Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Terutama
dengan LSF, kami mendukung seruan mereka untuk menyensor Netflix. Kami
yakin di sana banyak tayangan hewan telanjang tanpa sensor. Masalah ini
benar-benar nyata, di mana para hewan merusak moral kita. Untuk
mengatasinya, membutuhkan orang-orang dengan keahlian dan bijaksana.
Saya yakin teman-teman di LSF dan KPI sama pintar dan bijaksana seperti
kami,” tambah Stefan.
Hingga
artikel ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari LSF maupun KPI
atas ajakan kerja sama dari LSI ini. Meski demikian, mengingat visi
ketiga lembaga tersebut yang sama, para analis menduga kerja sama itu
akan tercapai. Di sisi lain, para analis yang sama mengkhawatirkan
adanya usaha sensor yang berlebihan dan tidak proporsional, yang akan
diikuti oleh tindakan represif berupa razia terhadap hewan-hewan yang
tidak berpakaian. (SMG)