.

Senin, 02 November 2015

Selamat Jalan Pak Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru Tutup Usia

etelah kemarin kita semua kehilangan sosok pak raden karena telah berpulang kepada Tuhan, kini, hari ini kita kehilangan lagi sosok seorang pencipta lagu Hymne Guru. Pak Sartono........



Quote:Setiap guru dan siswa pasti mengetahui lirik dari lagu Hymne Guru, yang biasa dilantunkan kala acara-acara penting di sekolah. Sayangnya, tak banyak yang tahu siapa sosok dibalik lagu melegenda tersebut.

Adalah Sartono, pria berusia 79 tahun yang telah menciptakan lirik menyentuh hati persembahan untuk para guru di Indonesia. Kini, sosok yang terkenal dengan sebutan 'Si Pencipta Lagu yang Terabaikan', telah menutup usianya akibat komplikasi setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Madiun.

"Iya pak Sartono sudah meninggal sekitar pukul 12.50 WIB tadi siang karena komplikasi diabetes dan stroke," kata Budi Suroso, salah satu perawat RSUD Kota Madiun ketika dihubungi merdeka.com, Minggu (1/11).

Budi menjelaskan, kondisi Sartono memburuk setelah dirinya jatuh dari tempat tidur. Sayangnya, Sartono baru dibawa ke rumah sakit seminggu setelahnya.

"Pak Sartono masuk RSUD tanggal 20 Oktober pukul 19.45 WIB, langsung dirawat di UGD. Dia jatuh dari tempat tidur. Tapi baru dibawa ke rumah sakit seminggu kemudian," imbuh Budi.

Meski begitu, banyak sanak saudara dan guru-guru yang menjenguknya. Bahkan saat Sartono telah tiada pun masih banyak masyarakat yang datang untuk berbelasungkawa.

Kini, Sartono sudah dibawa pulang oleh pihak keluarga, pukul 14.00 WIB. Namun, Budi tidak mengetahui di mana Sartono akan dimakamkan.


Source of Ne


Sartono dan dunia pendidikan tak akan bisa dipisahkan. Di usianya yang ke 79 tahun sang 'pahlawan tanpa tanda jasa' itu dipanggil Yang Maha Kuasa. Namun karyanya akan selalu dikenang hingga akhir masa.

Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, itu adalah pencipta lagu 'Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa'. Pada tahun 1980-an, lagu itu wajib dinyanyikan di sekolah-sekolah baik tingkat SD hingga SMA di Indonesia. 

Di kampung halamannya, Sartono yang mempelajari musik secara otodidak menjadi satu-satunya guru seni musik yang bisa membaca not balok. Saat menciptakan lagu bersejarah itu, Sartono bersiul lalu ditorehkan ke dalam catatan kertas. Maklum saja saat itu alat musik memang masih terbatas.

Sartono memulai kariernya sebagai guru seni musik pada tahun 1978. Ia adalah guru di sebuah yayasan swasta yang mengajar di SMP Katolik Santo Bernardus, Kota Madiun. Sartono sendiri purnatugas dari sekolah tersebut pada tahun 2002.

Walaupun penghasilannya dari pekerjaannya sebagai guru pas-pasan, kecintaannya pada musik membuat Sartono menciptakan beberapa buah lagu. Bertepatan dengan momentum Hari Pendidikan Nasional pada tahun 1980, Sartono mengikuti lomba mencipta lagu tentang pendidikan. 

Selain lagu Hymne Guru, Sartono juga menghasilkan delapan lagu bertema pendidikan lainnya. Perhatiannya dalam dunia pendidikan dan pengabdiannya sebagai guru membuahkan penghargaan dari Mendikbud Yahya Muhaimin dan Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodihardjo pada saat menciptakan lagu "Hymne Guru".

Sartono tutup usia di Rumah Sakit Umum Daerah Madiun, setelah menjalani perawatan sejak 20 Oktober lalu. Dia menderita sakit diabetes dan stroke.

Selamat jalan Bapak Sartono, karyamu akan selalu dikenang.


Source of News




Khabar Sebelumnya :

Quote:Sartono Pencipta Hymne Guru Koma, PGRI Galang Dana Perawatan



Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur menggalang dana untuk biaya perawatan Sartono, pencipta lagu Hymne Guru, yang tergolek lemah ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun, Jawa Timur.

Pria 79 tahun yang tinggal di Jalan Halmahera, Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, itu menderita penyakit komplikasi. Di antaranya gejala stroke, jantung, kencing manis, dan penyumbatan pembuluh darah di otak.

"Kami hanya bisa berdoa dan menggalang dana untuk membantu tindakan medis bagi Pak Sartono," kata Wakil Ketua PGRI Jawa Timur Suwarno saat ditemui di rumah sakit setelah menjenguk Sartono, Sabtu, 31 Oktober 2015.

Menurut dia, penggalangan dana dilakukan para pengurus PGRI di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. PGRI menilai Sartono memiliki jasa yang besar bagi dunia pendidikan, terutama PGRI. 

Sebab, suami Ignatia Damijati, 65 tahun, itu dinilai mampu memberikan semangat bagi para guru untuk bekerja secara profesional melalui lagu yang diciptakannya. “Karyanya yang fenomenal adalah lagu Hymne Guru,” ucap Suwarno.

Perhatian kepada Sartono juga ditunjukkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Daryanto mengatakan lagu Hymne Guru yang populer, terutama pada era Orde Baru, menunjukkan bahwa penciptanya memiliki kreativitas yang tinggi.

“Beliau itu cerdas, hatinya jernih, kehidupannya sederhana dan tidak neko-neko (aneh-aneh),” ujar Daryanto.

Sartono dirawat di RSUD Kota Madiun sejak Selasa, 20 Oktober 2015. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, dia mengalami komplikasi. Hingga Sabtu siang ini, kondisinya dinyatakan koma lantaran terjadi penyumbatan pembuluh di otak hingga mengakibatkan kinerja saraf yang lain terganggu.

Source of News




Quote:Nasib pencipta lagu Hymne Guru, untuk memakai baju saja harus dibantu




Siapa yang tak tahu dengan lagu Hymne Guru? Lagu wajib nasional tersebut pasti selalu dinyanyikan saat Hari Guru Nasional 25 November. Orang yang mendengar lagu itu pasti terenyuh dan menjadi teringat dengan jasa guru yang sering disebut pahlawan tanpa tanda jasa itu. Tapi tahukah kamu siapa pencipta lagu itu dan bagaimana keadaannya sekarang?

Sartono (79), guru swasta di Madiun lah yang menciptakan lagu Hymne Guru tersebut. Pada tahun 1980, Sartono tak sengaja mengetahui sayembara lagu Hymne Guru itu di sebuah surat kabar.






Ia yang juga berprofesi sebagai seniman itu lalu membuat lagu dan mengirimkannya. Keterbatasan alat musik saat itu membuat Sartono menciptakan lagu itu dengan siulan mulut. Tak disangka, lagunya yang berjudul Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu terpilih untuk dijadikan lagu Hymne Guru yang masih sering dinyanyikan hingga sekarang.

Lalu bagaimanakah keadaan Sartono saat ini?




Kepada brilio.net, Imam Ghazali (21), mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang beberapa waktu lalu mengunjungi Sartono mengungkapkan, Sartono hidup dalam kesederhanaan. Tak ada kesan mewah di rumahnya di Jalan Halmahera 98 Madiun.

Istri Sartono, Damiyati (65) kepada Imam bercerita, untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari keluarganya mengandalkan uang dari hasil penyewaan alat musik tradisional yang ia punya. Selain itu, Damiyati juga masih mengandalkan undangan pentas dalam event kesenian yang tak tentu adanya.

Karena hanya hidup berdua, maka saat Damiyati sedang ada job maupun acara keluar, maka Sartono akan dititipkan ke tetangga ataupun sauadaranya. "Karena faktor usia, Pak Sartono sudah pikun. Untuk memakai baju juga harus dibantu oleh istrinya. Beruntung istrinya masih sehat sehingga bisa melayani Pak Sartono dengan baik," ungkap Imam, Minggu (6/9).

Tak ada bantuan dari pemerintah yang mengalir. Hanya saja terkadang ada bantuan yang datang dari perorangan maupun komunitas.

Ironisnya lagi, tak jarang ada juga pihak-pihak yang memanfaatkan mereka berdua untuk meminta bantuan, tapi ujung-ujungnya tak sampai kepada Sartono dan istri.

Meski lagu Sartono masih diakui hingga kini, tapi ternyata lirik terakhir lagu tersebut sudah berganti. Lirik yang awalnya "tanpa tanda jasa" berubah menjadi "pembangun insan cendekia" pada 2009 lalu.



Source of News